Rabu, 23 Maret 2011

3 TINGKAT KEYAKINAN

Seberapa yakinkah kita dengan agama yang kita anut. Apakah kita beragama cuma ikutan/taklid saja kepada keluarga atau ulama? Dan ibadah yang selama ini kita kerjakan apakah itu sekedar memenuhi kewajiban (gugur kewajiban) ataukah dilandasi ketulusan dan kecintaan kepada Allah? Nah, pada umumnya seseorang yang beragama didasarkan atas salah satu dari 3 keyakinan berikut ini :
1. ‘Ilmul Yaqin
2. ‘Ainul Yaqin
3. Haqqul Yaqin (Isbatul Yaqin)

1. ‘Ilmul Yaqin
Ini adalah tingkatan terendah dari suatu keyakinan beragama. Misal seseorang mendapat pengetahuan dari si A yang mengatakan bahwa di negeri Cina terdapat tembok raksasa, padahal si A tidak pernah ke negeri Cina. Jadi pengetahuan yang didapat dari si A hanyalah pada tataran teori belaka.
Seseorang yang beragama pada tingkat ini hanyalah yakin karena “kata orang”. Maka ia pun akhirnya menerima saja apa yang dikatakan oleh orang orang tanpa melakukan penyelidikan atau mendalami secara sungguh-sungguh agamanya sendiri.
Jika agamanya sendiri tidak pernah dikaji lalu bagaimana mau mempelajari agama orang lain? Yang terjadi kemudian adalah sikap memusuhi agama diluar dirinya. Merasa diri paling benar sehingga mengkafirkan yang lain.
Menyalah-nyalahkan ajaran agama orang lain seakan-akan dirinya adalah orang yang paling benar.
Orang pada tataran ilmu yaqin ini biasanya mudah diprovokasi dan dihasut contohnya ya teroris seperti Noordin M Top, Dr.Azhari dan para pelaku bom bunuh diri yang membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Teroris seperti mereka selalu memahami jihad dengan berperang. Kalo tidak berperang serasa kurang afdhol. Lebih suka mati medan berperang ketimbang mati di meja belajar. Padahal ketika meledakkan diri, mereka tidak sedang diserang malah justru menyerang orang yang tidak bersalah. Orang yang seperti inilah yang menghancurkan nama baik Islam sebagai agama yang mengajarkan kedamaian. Mereka jelas bukan orang Islam melainkan orang kafir karena melakukan kerusakan di muka bumi.
Nah, bagi mereka yang masih pada tahap ilmul yaqin, sholat lima waktu yang dikerjakan masih sulit untuk khusyu’ karena hanya gerak fisik belaka (sholat raga). Ibarat orang yang sedang menghormat dan berbicara kepada raja tapi rajanya tidak ada di depannya. Ini yang disebut menyembah adam sarpin (kekosongan). Ibarat menyumpit burung tapi burungnya tidak ada, yang disumpit adalah kekosongan. Sholat seperti ini sia-sia karena tidak mampu menghadirkan zikir didalamnya. Padahal sholat itu haruslah dapat menghadirkan zikir sebagaimana yang diperintahkan Allah :
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk berzikir kepadaKu. (Q.S Thaahaa (20) : 14)
Mengapa sholatnya seseorang harus mampu menghadirkan zikir? Sebab dengan zikir akan hadir ketenangan, kedamaian dalam batin dan pikiran kita. Kalau batin dan pikiran sudah tenang maka hawa nafsu bisa dikendalikan. Dirinya akan mampu melihat mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Sholat yang mampu menghadirikan zikir inilah yang akan mampu mencegah manusia dari berbuat keji dan mungkar :
Dan sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. (Q.S Al Ankabuut (29) : 45)
Bagi mereka yang tidak mampu menghadirkan zikir ketika sholatnya maka sholatnya tidak akan mampu mencegah diri mereka dari berbuat keji dan mungkar. Sholatnya tidak salah! Tapi orang yang mengerjakannya yang lalai.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (Q.S Al Maa'un (107) : 4-5)
Tidaklah heran jika kita sering melihat orang rajin sholat, punya pengetahuan agama yang luas tapi malah jadi tersangka kasus korupsi. Kerjanya sih di Departemen Agama tapi malah tempat kerjanya dijadikan lahan korupsi. Inilah tandanya orang yang melalaikan sholat. Rajin ibadah ritual tapi masih suka KKN, dengki, suka bergunjing, memfitnah, dan melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Inilah ibadah yang sia-sia karena cuma berolahraga saja dan tidak menghujam ke dalam batin.
2. ‘Ainul Yaqin
Tahapan ini lebih tinggi dari yang ‘ainul yaqin. Misal seseorang diberitahu oleh si A bahwa di negeri Cina terdapat tembok raksasa. Dan ternyata si A pernah ke Cina melihat tembok raksasa. Jadi pada tahapan ini seseorang mendapat pengajaran dari si A yang pernah mengalami atau praktek. Si A bukan hanya tahu secara teori tapi ia telah membuktikannya dengan pergi ke negeri Cina.
Dalam kaitannya dengan agama, orang yang berada pada tingkatan ini adalah orang yang sedang “mencari Tuhan”. Pencariannya meliputi penelitian melalui buku-buku, bertanya kepada orang-orang mengenai masalah Ketuhanan/spiritual dan orang yang ditanya pun tidak hanya pandai berteori namun sudah mempraktekannya juga.
Sholatnya orang yang telah mencapai tahap ini tentu akan lebih baik lagi karena akan mampu menghadirkan zikir dalam sholatnya sehingga dapat mencegahnya dari berbuat keji dan mungkar.
Namun demikian bagi kita yang telah mencapai tahap ‘ainul yaqin jangan puas dulu. Perjalanan belum selesai bung! kita harus terus meningkatkan keyakinan kita sampai kita tahapan yang nyata dan terbukti. Kita harus pergi ke negeri Cina untuk menyaksikan tembok raksasa tersebut agar haqqul yaqin.
Mereka yang telah mencapai tahap ‘ainul yaqin seringkali terjebak berpuas diri dengan keyakinan atau pengetahuan yang dimilikinya. Mereka merasa cukup puas mengerjakan rukun iman dan rukun Islam tanpa berusaha mencapai makrifat kepada Allah. Sebagian dari mereka sering berceramah tentang keutamaan mendapat lailatul qadr tapi mereka sendiri tidak pernah mendapat atau mengalami pengalaman lailatul qadr. Sering juga berceramah Isra Mikraj tapi tidak pernah mengalami Isra Mikraj. Kita ternyata cuma bisa kebanyakan berceramah (teori) tanpa bisa membuktikan ceramahnya. Padahal di Al Quran kita telah di ingatkan agar jangan cepat berpuas diri :
Katakanlah : “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang amat rugi perbuatannya?” Yaitu orang yang sia-sia perbuatannya ketika hidup di dunia sedang mereka mengira bahwa mereka melakukan perbuatan yang baik (Q.S Al Kahfi (18) : 103-104)

3. Haqqul Yaqin (Isbatul Yaqin)
Inilah tahapan keyakinan yang tertinggi. Dalam hal ini kita bukan hanya mendengar cerita saja bahwa di negeri Cina ada tembok raksasa, namun kita mengalaminya sendiri dengan pergi ke negeri Cina. Kalau sudah ke negeri Cina dan melihat sendiri tembok tersebut tentu keyakinannya sangat kuat sekali. Inilah kebenaran yang haq (nyata) dan terbukti (isbat).
Dalam kaitannya dengan keyakinan beragama, orang yang telah mendapat haqqul yaqin adalah orang yang telah mencapai makrifat kepada Allah. Orang yang telah bermakrifat berarti ia mengenal Af’al-Nya, Asma-Nya, Sifat-Nya dan Dzat-Nya. Ia akan mendapat ilmu langsung dari sisi-Nya (ladunni).
Perihal ilmu laduni ini telah disampaikan juga melalui Al Quran :
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Q.S Al Kahfi (18) : 65)
Dan bertakwalah kepada Allah niscaya Dia akan mengajarimu. (Q.S Al Baqarah (2) : 282)
Manusia yang telah mendapat ilmu laduni berarti telah mendapatkan kebenaran yang Haq. Tidak ada keraguan sama sekali. Mereka pun telah mencapai Mikraj, bertemu dengan Allah. Bagi mereka, Isra Mikraj adalah peristiwa spiritual yang langsung dialaminya sendiri bukan teori belaka.
Lho… bukankah Isra Mikraj itu hanya untuk Nabi Muhammad saja? Nah doktrin seperti inilah yang telah banyak memasung pemikiran umat Islam. Pendapat ulama dijadikan taklid, harga mati yang tidak bisa dirubah. Padahal pendapat ulama itu hanya untuk dijadikan referensi saja. Ibarat makanan, jangan ditelan mentah-mentah. Kunyahlah dulu. Untuk itu, carilah guru atau
ulama sebanyak-banyaknya. Jangan hanya cari ulama yang levelnya “SD” tapi cari juga ulama yang levelnya “SMP” , “SMA”, “S1” dan seterusnya. Jangan hanya belajar dari ulama yang sering muncul di televisi saja tapi belajarlah juga ulama lain yang lebih tinggi ilmunya. Ulama ini tidak muncul kepermukaan karena tidak mau menjadi selebritis. Mereka harus dicari!. Kalau
kita hanya belajar dari ulama level SD ya pengetahuan kita tidak akan pernah berkembang. Bagai katak dalam tempurung. Merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki dan yang ditingkatkan pun hanya ibadah ritual saja. Padahal ilmu Allah itu teramat sangat luas dan ini justru menjadi tantangan umat Islam abad modern untuk terus mengkaji Al Quran sesuai perkembangan jaman.
Kalau kita taklid kepada pendapat seorang ulama, memangnya ketika kita mati, ulama tersebut mau bertanggung jawab kepada kita? Nah karena tiap manusia itu sendirian ketika meninggal maka manusia itu sendiri yang harus menentukan jalan hidupnya. Segala pendapat atau tafsiran hendaknya hanya dijadikan referensi saja. Termasuk postingan yang anda baca inipun hanya bersifat referensi untuk mendekati kebenaran.
Kitalah nantinya yang akan menemukan kebenaran itu sendiri setelah diberi petunjuk Tuhan –tentu kita juga harus meminta petunjuk-Nya terlebih dahulu. Saya tidak mengatakan pendapat saya di postingan ini adalah yang paling benar. Sekali lagi tidak! Karena kebenaran hanyalah milik Allah semata. Dan saya tidak mau ikut-ikutan sebagian orang Islam yang mengatasnamakan kebenaran dari Tuhan lalu dengan seenaknya mengatakan orang lain sesat, kafir bahkan melakukan tindak kekerasaan kepada orang lain yang tidak sependapat/sealiran dengan mereka. Sesat adalah menyimpang dari kebenaran dan yang empunya kebenaran adalah Allah. Jadi Allah-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menentukan sesat atau tidaknya seseorang. Simak ayat berikut ini :
Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa. (Q.S An Najm (53) : 32)
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk (Q.S Al An'aam (6) : 117)

Minggu, 20 Maret 2011

Berbuat Baik Terhadap Orang Lain

Kebajikan itu sebajik namanya, keramahan seramah wujudnya, dan
kebaikan sebaik rasanya. Orang-orang yang pertama kali akan dapat
merasakan manfaat dari semua itu adalah mereka yang melakukannya.
Mereka akan merasakan "buah"nya seketika itu juga dalam jiwa, akhlak,
dan nurani mereka. Sehingga, mereka pun selalu lapang dada, tenang, tenteram dan damai.
Ketika diri Anda diliputi kesedihan dan kegundahan, berbuat baiklah
terhadap sesama manusia, niscaya Anda akan mendapatkan ketentraman
dan kedamaian hati. Sedekahilah orang yang papa, tolonglah orang-orang
yang terzalimi, ringankan beban orang yang menderita, berilah makan orang
yang kelaparan, jenguklah orang yang sakit, dan bantulah orang yang
terkena musibah, niscaya Anda akan merasakan kebahagiaan dalam semua sisi kehidupan Anda!
Perbuatan baik itu laksana wewangian yang tidak hanya mendatangkan
manfaat bagi pemakainya, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya.
Dan manfaat psikologis dari kebajikan itu terasa seperti obat-obat manjur
yang tersedia di apotik orang-orang yang berhati baik dan bersih.
Menebar senyum manis kepada orang-orang yang "miskin akhlak"
merupakan sedekah jariyah. Ini, tersirat dalam tuntunan akhlak yang
berbunyi, "... meski engkau hanya menemui saudaramu dengan wajah berseri."(Al-Hadits)
Sedang kemuraman wajah merupakan tanda permusuhan sengit
terhadap orang lain yang hanya diketahui terjadinya oleh Sang Maha Gaib.
Seteguk air yang diberikan seorang pelacur kepada seekor anjing yang
kehausan dapat membuahkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Ini merupakan bukti bahwa Sang Pemberi pahala adalah Dzat Yang Maha
Pemaaf, Maha Baik dan sangat mencintai kebajikan, serta Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Wahai orang-orang yang merasa terancam oleh himpitan kesengsaraan,
kecemasan dan kegundahan hidup, kunjungilah taman-taman kebajikan,
sibukkan diri kalian dengan memberi, mengunjungi, membantu, menolong,
dan meringankan beban sesama. Dengan semua itu, niscaya kalian akan
mendapatkan kebahagiaan dalam semua sisinya; rasa, warna, dan juga hakekatnya.
{Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya. Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan
Rabb-nya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.} (QS. Al-Lail: 19-21)

Jumat, 18 Maret 2011

Nikmatnya Bersyukur


Terkadang kita jarang memperhatikan atau bahkan lupa dengan apa yang telah kita nikmati selama ini. Mulai dari membuka mata sampai menutupnya kembali. Seandainya kita bertafakur, ternyata banyak sekali nikmat yang kita peroleh mulai dari nikmat membuka mata, melihat, makan, mengedipkan mata bahkan menutup mata untuk beristirahat agar bisa beraktifitas keesokan harinya adalah sekumpulan nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
Apakah kita pernah bertanya kepada hati kecil kita sendiri, darimanakah semua nikmat itu berasal?, jawabannya tentu kita semua tahu, itu semua berasal dari dzat yang maha agung Alloh SWT. Dia-lah yang memberikan kenikmatan itu semua. Lalu apa yang kita korbankan untuk semua itu? Alloh tidak meminta apapun dari umatnya, Dia hanya meminta untuk bersyukur atas segala yang telah diberikannya.
Sudahkah kita bersyukur? Jawabannya hanya ada pada hati kecil masing-masing umat manusia.
Terkadang kita sering mengeluh ketika bangun tidur tidak ada teh atau kopi disamping meja tempat tidur, padahal diberi kesempatan untuk membuka kedua mata kembali, itu sudah luar biasa nikmatnya. Bandingkan dengan orang yang tidak mempunyai mata, jangankan membuka mata, melihatpun mereka tidak mampu.
Orang bijak mengatakan jika kita ingin bersyukur kita harus melihat kebawah, melihat orang-orang yang hidupnya tidak seberuntung kita saat ini. Ketika kita makan coba lihat para pengemis jalanan yang tak tentu kapan jam makannya. Ketika dipagi hari tatkala melihat sepatu kita yang sudah rusak, coba perhatikan orang-orang cacat yang tidak mempunyai kedua kaki. Kita masih beruntung bisa menggunakan sepasang sepatu, sedangkan mereka kakinyapun tidak punya. Alangkah beruntungnya kita.
Wahai sahabat..! alangkah nikmatnya hidup dalam rangkaian syukur, hidup menjadi nyaman, tentram. Jangan isi masa hidup ini dengan mengeluh, karena sedetikpun kita gunakan untuk mengeluh, berarti detik itu pula yang akan menggerogoti nikmatnya hidup ini. Gunakan waktu yang sedikit ini untuk bersyukur….!!!

Minggu, 13 Maret 2011

Umat Yang Adil dan Pilihan.

    Keadilan merupakan tuntutan akal dan juga syariat. Keadilan adalah
tidak berlebihan-lebihan, tidak melampui batas, tidak memboros-boroskan,
dan tidak menghambur-hamburkan. Maka, barangsiapa menginginkan
kebahagiaan, ia harus senantiasa mengendalikan setiap perasaan dan
keinginannya. Dan ia harus pula mampu bersikap adil dalam kerelaan dan
kemurkaannya, dan juga adil dalam kegembiraan dan kesedihannya.
Betapapun, tindakan berlebihan dan melampui batas dalam menyikapi segala
peristiwa merupakan wujud kezaliman kita terhadap diri kita sendiri.
   Dubai, betapa bagusnya keadilan itu! Betapa tidak, syariah senantiasa
ditetapkan dengan prinsip keadilan. Demikian pula dengan kehidupan ini:
ia pun berjalan sesuai dengan konsep keadilan pula. Manusia yang paling
sengsara adalah dia yang menjalani kehidupan ini dengan hanya mengikuti
hawa nafsu dan menuruti setiap dorongan emosi serta keinginan hatinya.
Pada kondisi yang demikian itu, manusia akan merasa setiap peristiwa
menjadi sedemikian berat dan sangat membebani, seluruh sudut kehidupan
ini menjadi semakin gelap gulita, dan kebencian, kedengkian serta dendam
kesumat pun mudah bergolak di dalam hatinya.
   Dan akibatnya, semua itu membuat seseorang hidup dalam dunia
khayalan dan ilusi. Ia akan memandang setiap hal di dunia ini musuhnya,
ia menjadi mudah curiga dan merasa setiap orang di sekelilingnya sedang berusaha menyingkirkan dirinya, dan ia akan selalu dibayangi rasa was-was dan kekhawatiran bahwa dunia ini setiap saat akan merenggut kebabagiannya. Demikianlah, maka orang seperti itu senantiasa hidup di
bawah naungan awan hitam kecemasan, kegelisahan dan kegundahan.
Menyebarkan desas-desus yang dapat menggelisahkan orang lain sangat
dilarang oleh syariat dan termasuk tindakan murahan. Dan itu, hanya akan
dilakukan oleh orang-orang yang miskin nilai-nilai moral dan jauh dari ajaran-ajaran ketuhanan. Begitulah, maka {Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras itu ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya).}(QS. Al-Munafiqun: 4)
    Dudukkanlah hati Anda pada kursinya, niscaya kebanyakan hal yang
dikhawatirkannya tak akan pernah terjadi. Dan sebelum sesuatu yang Anda
cemaskan itu benar-benar terjadi, perkirakan saja apa yang paling buruk
darinya. Kemudian, persiapkan diri Anda untuk menghadapinya dengan
tenang. Dengan begitu, Anda akan dapat menghindari semua bayanganbayangan
menakutkan yang acapkali sudah mencabik-cabik hati sebelum benar-benar terjadi.
    Wahai orang yang berakal dan sadar, tempatkan segala sesuatu itu
sesuai dengan ukurannya. Jangan membesar-besarkan peristiwa dan masalah
yang ada. Bersikaplah secara adil, seimbang dan jangan berlebihan. Jangan
pula larut dalam bayang-bayang semu dan fatamorgana yang menipu!
     Camkanlah makna keseimbangan antara kecintaan dan kebencian yang
diajarkan dalam hadits Rasulullah berikut: "Cintailah orang yang Anda cintai
sesuai dengan kadarnya, sebab bisa saja suatu hari nanti dia menjadi musuhmu.
Dan, bencilah musuhmu sesuai dengan kadarnya, sebab bisa saja suatu hari nanti
dia menjadi orang yang Anda cintai."
     Renungkan pula firman Allah berikut,
{Mudah-mudah Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang
yang kamu musuhi di antara mereka. Dan, Allah Maha Kuasa lagi Maha
Penyayang.}(QS. Al-Mumtahanah: 7)
    Dan ingat, sesungguhnya kebanyakan kekhawatiran dan desas-desus
itu sedikit kebenarannya dan jarang pula yang benar-benar terjad
i.

Kamis, 10 Maret 2011

Misteri Akal /Aql

      Akal /Aql
Allah menciptakan akal dan cahaya kemuliaan. Dalam penulisannya, ia terdiri atas tiga huruf yaitu ‘ain, qaf, dan lam.
‘Ain memiliki lima makna yaitu :
      (1) ‘izzah yang berarti kemuliaan,
      (2) ‘azhamah yang bermakna keagungan,
      (3) ‘uluw yang berarti ketinggian,
      (4) ‘ilm yang bermakna pengetahuan, dan
      (5) ‘atha yang bermakna pemberian.
    Untuk diketahui, setiap huruf pasti memiliki misteri dan muatan tersendiri yang tidak dimiliki huruf lain. Jadi, ketika mengucap huruf ‘ain, maka itu berarti di dalamnya ada keagungan, kemuliaan, ketinggian, pengetahuan dan pemberian.
 Selanjutnya, huruf Qaf memiliki lima makna. Ia berasal dari kata Qurbah yang bermakna kedekatan, Qawl yang bermakna ucapan, Qur’an yang bermakna Al Qur’an, Qawaam yang bermakna lurus, dan Qudrah yang bermakna kekuasaan.
 Ketika mengucap ‘Aq, itu artinya sudah masuk di dalamnya huruf ‘Ain dan Qaf berikut berbagai maknanya. Lalu huruf Lam, yang berasal dari kata Luthf yang bermakna lembut atau halus. Kelembutan tersebut berasal dari sifat rahmat. Rahmat tersebut berasal dari sifat belas kasih. Sifat belas kasih tersebut berasal dari rasa sayang. Rasa sayang tersebut berasal dari rasa sayang. Rasa sayang tersebut berasal dari rasa rindu. Rasa rindu itulah yang berasal dari cinta.
 Hubb yang bermakna cinta terdiri atas dua huruf, Haa’ dan Baa’. Huruf Haa’ berarti Hayaah yang bermakna kehidupan, Hayaa’ yang bermakna rasa malu, Hilm yang bermakna kesabaran, dan Hikmah yang bermakna kebijaksanaan. Jadi, ketika mengucap huruf Haa, itu berarti di dalamnya ada kehidupan, rasa malu, dan kebijaksanaan.
 Adapun huruf Baa’ terambil dari kata Birr yang bermakna kebajikan dan Bahaa’ yang bermakna kemuliaan. Dengan Ha’ yang ada pada kata Al Hayaah (kehidupan), Dia menghidupkan jasadnya. Dengan Haa’ yang ada pada kata Al Hubb (cinta), Dia menghidupkan kalbunya hingga bisa mengenalNya. Lalu dengna Baa’ yang ada pada kata Al Birr (kebajikan), Dia memberinya berbagai kenikmatan dunia. Dengan Baa’ yang ada pada kata Al Bahaa’ (kemuliaan), Dia memuliakannya di hadapan para malaikat. Seperti yang sudah saya jelaskan, kata ‘Aql (akal) terdiri atas beberapa huruf. Kemudian dilihat dari sisi bentuknya, ia merupakan ciptaan terbaik dan terbagus. Busananya pun merupakan busana yang terbaik dan termulia.
 Ia dihiasi dengan berbagai bentuk keesaan dan keagungan Tuhan, dibungkus dengan pakaian yang berasal dari cahaya kesempurnaan, cahaya keagungan, cahaya kebesaran, cahaya kebaikan dan cahaya kemuliaan.
 Ketika telah selesai dicipta, Allah berkata padanya, “Kemarilah ! Kemarilah !” lalu Dia berkata, “Pergilah ! Pergilah !” Kemudian Dia berkata lagi padanya “Duduklah ! Duduklah ! Demi Zat-Ku yang mulia, Aku tidak pernah menciptakan sebuah makhluk yang lebih baik daripada dirimu, yang lebih indah daripada dirimu, yang lebih mulia daripada dirimu, dan lebih utama daripada dirimu. Aku menciptakanmu dari cahaya, mengisimu dengan cahaya, membungkusmu dengan cahaya, mendekatkanmu dengan cahaya, menguatkanmu dengan cahaya, serta menempatkanmu di sumber cahaya. Aku adalah cahaya (QS 24 : 35), makrifat-Ku adalah cahaya, serta kalam-Ku adalah cahaya. Kamu ini berasal dari cahayanya cahaya. Kamu adalah cahaya di atas cahaya. Aku berikan cahaya-Ku pada siapa saja yang Aku Kehendaki di antara hamba-Ku.”
 Setelah itu Allah bertanya padanya, “Siapa Aku ?”. Akal menjawab, “Engkau adalah Allah yang tiada Tuhan selain-Mu.” Lalu Allah berkata padanya, “Berkatmu manusia bisa taat. Berkatmu, dia bisa bersyukur. Berkatmu pula, Aku memberi. Berkatmu pula, pahala bisa diberikan. Atas kalkulasimu, perhitungan amal bisa dilakukan.”
  [Diriwayatkan oleh Ibn’ Asakir dari Abu Abdillah yang berasal dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a. yang menuturkan, “Aku mendengan Rasulullah SAW bersabda “Yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena. Kemudian Dia menciptakan akal dan berkata ‘Demi Zat-Ku yang mulia, Aku akan menyempurnakanmu pada orang yang Ku cintai dan Aku akan mengurangimu dari orang yang Ku benci.’”.”]
     Pasukan Akal
Berikut ini adalah pasukan akal : ilmu, kesabaran, keyakinan, kebenaran, penglihatan, kecerdasan, pemahaman, kewibawaan, ketenangan, rasa malu, petunjuk, hafalan, kebersihan, ketajaman, ketakwaan, pemikiran, ingatan, ampunan, kebajikan, kasih sayang, kehalusan, kelembutan, kedermawanan, keagungan, pujian, sanjungan, rasa syukur, kekuasaan, kebesaran, kebanggaan, kemuliaan, ketawadu’an, ketundukan, kekusyukan, kepatuhan, kejujuran, kesalinghubungan, keikhlasan, niat, tekad, kesetiaan, keadilan, keselamatan, kelurusan, ihsan, kerinduan, kebijaksanaan, dan pengabdian.
 Selanjutnya rasa cukup, ridha, hati-hati, pengaturan, pandangan, tawakal, penyerahan, kemenangan, pertolongan, ketulusan, kelapangan, pengampunan, penutupan, rasa senang, rasa takut, harap, cemas, penampakan, diam, cinta, perintah, larangan, kekokohan, penciptaan, kejelasan, otak, ilham, pengawasan, kecukupan, tobat, kembali, canda, bahagia, pelajaran, mawas diri, penyesalan, kepandaian, dan zuhud. Jadi, ada sekitar seratus pasukan akal.
   Peran Pasukan Akal
 Ilmu dan kesabaran adalah menteri akal. Keyakinan adalah panglima pasukan akal. Kebenaran adalah teman mereka yang terzalimi. Penglihatan adalah pembebasan. Kecerdasan adalah pasukan terdepan. Pemahaman adalah pemilik keteguhan. Ketenangan dan kewibawaan adalah panglima. Rasa malu merupakan pemilik rahasia. Keabaran adalah pemilik siasat. Kesadaran menjadi petunjuk. Hafalan dan penjagaan adalah pemilik simpanan.
Kesungguhan, ketakwaan dan sikap wara adalah pemilik khazanah. Pemikiran dan ingatan adalah pemilik makar. Ampunan dan kebajikan adalah pemilik kehormatan. Kasih sayang, kehalusan, kelembutan dan pengawasan adalah para pembantu hakim. Kedermawanan, keagungan, pemberian dan sikap pemurah adlaah penjaga harta. Pujian, ingatan, sanjungan, dan rasa syukur adalah pemberi bantuan. Kekuasaan, kebesaran, keagungan, kebanggaan, dan kemuliaan adalah para petarung. Sikap tawadhu’, khusyuk, tunduk adalah pasukan pejalan kaki. Kejujuran merupakan hakim. Kebenaran, keikhlasan, niat dan tekad merupakan pasukan yang maju bertarung. Kesetiaan adalah pasukan yang dipercaya. Keadilan menjadi penerang. Keselamatan dan kelurusan menjadi penunjuk jalan. Sikap ihsan adalah pembawa panji bendera.
Rasa rindu adalah pemilik bendera. Hikmah adalah pimpinan. Pengabdian, pelayanan, rasa cukup dan ridha’ adalah penyangga segala urusan. Sikap hati-hati adalah pengatur. Pendapat merupakan unsur yang melakukan musyawarah. Tawakal adalah penjaga benteng. Kemenangan dan pertolongan merupakan pasukan pemanah. Ketulusan dan kelapangan adalah para utusan. Rasa senang, takut, harap dan cemas adalah milik mereka yang bersyukur. Pengaturan dan diam adalah pasukan pengintai. Cinta adalah tempat berlabuh.
Perintah dan larangan, janji dan sumpah, keteguhan yang kokoh, penciptaan dan diam, adalah wakil. Ketajaman adalah pasukan terdepan. Otak merupakan pimpinan pasukan, sementara ilham menjadi utusan penguasa tertinggi. Pengawasan adalah intel. Senang dan gembira adalah permainan. Penglihatan menjadi mata-mata. Nasihat merupakan penyeru. Kepandaian dan kecerdasan adalah pelayan. Wara dan zuhud adalah penguji. Tobat adalah pasukan yang ada di depan.
   Penyesalan adalah pasukan penjaga di belakang. Itulah gambaran pasukan berikut kondisinya, disertai para amir, pelayang, penunggang kuda, dan pasukan pejalan kakinya

Rabu, 09 Maret 2011

Nikmatnya Ilmu Pengetahuan

{Dan, Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah itu sangat besar.}
(QS. An-Nisa': 113)
Kebodohan merupakan tanda kematian jiwa, terbunuhnya kehidupan dan membusuknya umur.
{Sesungguhnya, Aku mengingatkan kepadamu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.}
(QS. Hud: 46)
Sebaliknya, ilmu adalab cahaya bagi hati nurani, kehidupan bagi ruh dan bahan bakar bagi tabiat.
{Dan, apakah orang yang mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang berkali-kali tidak dapat keluar daripadanya?}
(QS. Al-An'am: 122)
Kebahagian, kedamaian, dan ketentraman hati senantiasa berawal dari ilmu pengetahuan. Itu terjadi karena ilmu mampu menembus yang samar, menemukan sesuatu yang hilang, dan menyingkap yang tersembunyi. Selain itu, naluri dari jiwa manusia itu adalah selalu ingin mengetahui habhal yang baru dan ingin mengungkap sesuatu yang menarik.
Kebodohan itu sangat membosankan dan menyedihkan. Pasalnya, ia tidak pernah memunculkan hal baru yang lebih menarik dan segar, yang kemarin seperti hari ini, dan yang hari ini pun akan sama dengan yang akan terjadi esok hari.
Bila Anda ingin senantiasa bahagia, tuntutlah ilmu, galilah pengetahuan, dan raihlah pelbagai manfaat, niscaya semua kesedihan, kepedihan dan kecemasan itu akan sirna.
{Dan, katakanlah: "Ya Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."}
(QS. Thaha: 114)
{Bacalah dengan noma Rabb-mu Yang menciptakan.}
(QS. Al-'Alaq: 1)
"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pandaikan ia dalam agama." (Al-Hadits)
Janganlah seseorang sombong dengan harta atau kedudukannya, kalau memang ia tak memiliki ilmu sedikit pun. Sebab, kehidupannya tidak akan sempurna.
{Adakah orang yang mengetahui bahvuasanya apa yang diturunkan kepadamu itu benar sama dengan orang yang buta.}
(QS. Ar-Ra'd: 19)

Alangkah mulianya ilmu pengetahuan. Alangkah gembiranya jiwa seseorang yang menguasainya. Alangkah segarnya dada orang yang penuh dengannya, dan alangkah leganya perasaan orang yang menguasainya.
{Maka, apakah orang yang berpegang teguh pada keterangan yang datang dari Rabb-nya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk dan mengikuti hawa nafsunya?}
(QS. Muhammad: 14)

Selasa, 08 Maret 2011

Pikirkan dan Syukurilah!

Artinya, ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada Anda.
Karena Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ke bawah
kedua telapak kaki.
{Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup
menghitungnya.}
(QS. Ibrahim: 34)
Kesehatan badan, keamanan negara, sandang pangan, udara dan air,
semuanya tersedia dalam hidup kita. Namun begitulah, Anda memiliki
dunia, tetapi tidak pernah menyadarinya. Anda menguasai kehidupan, tetapi
tak pernah mengetahuinya.
{Dan, Dia menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu lahir dan batin.}
(QS. Luqman: 20)
Anda memiliki dua mata, satu lidah, dua bibir, dua tangan dan dua
kaki.
{Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?}
(QS. Ar-Rahman: 13)
Apakah Anda mengira bahwa, berjalan dengan kedua kaki itu sesuatu
yang sepele, sedang kaki acapkali menjadi bengkak bila digunakan jalan
terus menerus tiada henti? Apakah Anda mengira bahwa berdiri tegak di
atas kedua betis itu sesuatu yang mudah, sedang keduanya bisa saja tidak
kuat dan suatu ketika patah?
Maka sadarilah, betapa hinanya diri kita manakala tertidur lelap, ketika
sanak saudara di sekitar Anda masih banyak yang tidak bisa tidur karena
sakit yang mengganggunya? Pernahkah Anda merasa nista manakala dapat
menyantap makanan lezat dan minuman dingin saat masih banyak orang di
sekitar Anda yang tidak bisa makan dan minum karena sakit?
Coba pikirkan, betapa besarnya fungsi pendengaran, yang dengannya
Allah menjauhkan Anda dari ketulian. Coba renungkan dan raba kembali
mata Anda yang tidak buta. Ingatlah dengan kulit Anda yang terbebas dari
penyakit lepra dan supak. Dan renungkan betapa dahsyatnya fungsi otak
Anda yang selalu sehat dan terhindar dari kegilaan yang menghinakan.
Adakah Anda ingin menukar mata Anda dengan emas sebesar gunung
Uhud, atau menjual pendengaran Anda seharga perak satu bukit? Apakah
Anda mau membeli istana-istana yang menjulang tinggi dengan lidah Anda,
hingga Anda bisu? Maukah Anda menukar kedua tangan Anda dengan
untaian mutiara, sementara tangan Anda buntung?
Begitulah, sebenarnya Anda berada dalam kenikmatan tiada tara dan
kesempumaan tubuh, tetapi Anda tidak menyadarinya. Anda tetap merasa
resah, suntuk, sedih, dan gelisash, meskipun Anda masih mempunyai nasi
hangat untuk disantap, air segar untuk diteguk, waktu yang tenang untuk
tidur pulas, dan kesehatan untuk terus berbuat.
Anda acapkali memikirkan sesuatu yang tidak ada, sehingga Anda
pun lupa mensyukuri yang sudah ada. Jiwa Anda mudah terguncang hanya
karena kerugian materi yang mendera. Padahal, sesungguhnya Anda masih
memegang kunci kebahagiaan, memiliki jembatan pengantar kebahagian,
karunia, kenikmatan, dan lain sebagainya. Maka pikirkan semua itu, dan
kemudian syukurilah!
{Dan, pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak memperhatikan.}
(QS. Adz-Dzariyat: 21)
Pikirkan dan renungkan apa yang ada pada diri, keluarga, rumah,
pekerjaan, kesehatan, dan apa saja yang tersedia di sekeliling Anda. Dan
janganlah termasuk golongan
{Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya.}
(QS. An-Nahl: 83)