Selasa, 30 April 2013

Kekuatan hati

Banyak orang sangat meyakini bahwa kekuatan pikiran positif dapat membawa manusia meraih kesuksesan dalam mencapai tujuannya. Memang, tidak diragukan lagi, kalau kekuatan pikiran positif ini dan membawa manusia pada kesuksesan dalam meraih tujuannya. Mereka yang dapat mengarahkan pikirannya selalu kearah positif, maka diyakini bahwa hasilnya adalah sesuatu kehidupan yang positif juga.

Meskipun demikian, kita sebagai manusia yang memiliki keyakikan keimanan kepada Allah, sebaiknya menyadari bahwa bukan hanya mengandalkan kekuatan otak semata, bukan hanya mengandalkan akal dan kekuatan pikiran semata. Karena sesungguhnya ada kekuatan lain yang lebih dahsyat dari kekuatan otak, akal dan pikiran. Kekuatan ini bukan hanya mengantarkan manusia meraih sukses namun juga mampu mengantarkan manusia pada kemuliaan hidup. Yakni kekuatan hati atau kekuatan hati yang positif, kekuatan hati yang jernih. Kekuatan hati ini memiliki kedahsyatan yang melebihi kekuatan pikiran manusia. Karena hati adalah rajanya, hatilah yang mengatur dan memerintahkan otak, pikiran dan panca indra manusia. Tuhan melalui berbagai ajaran yang dibawa oleh para Nabi, maupun melalui kitab suci-NYA telah mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa mendengarkan suara hati nuraninya.

Mengajarkan manusia untuk dapat memelihara kejernihan hatinya, sehingga sifat-sifat mulia yang tertanam dalam hati dapat memancar ke permukaan. Karena di dalam hati manusia sudah tertanam “ built in” percikan sifat-sifat “Illahiah” dari Allah Tuhan Sang Pencipta Kehidupan. Diantara sifat-sifat mulia Allah yang tertanam dalam hati manusia adalah sifat kepedulian, kesabaran, kebersamaan, cinta dan kasih sayang, bersyukur, ikhlas, damai, kebijaksanaan, semangat, dan lain sebagainya. Karena itu sesungguhnya kekuatan hati ini sangat “powerfull”untuk meraih kesuksesan dan kemuliaan dalam segala bidang kehidupan.

Di dalam hati tempatnya pusat ketenangan, kedamaian, kesehatan, dan kebahagiaan sejati yang hakiki. Bahkan hati merupakan cerminan dari diri dan hidup manusia secara keseluruhan. Di dalam hati terdapat sumber kesehatan fisik, kekuatan mental, kecerdasan emosional, serta penuntun bagi manusia dalam meraih kemajuan spiritualnya. Hati menjadi tempat di mana sifat-sifat mulia dari Allah swt Sang Pencipta Kehidupan bersemayam. Hati adalah tempat dimana semua yang hal yang terindah, hal yang terbaik, termurni, dan tersuci berada di dalamnya.

Dengan demikian, kekuatan hati ini sangat “powerfull” dan sangat dahsyat dalam membawa manusia meraih sukses dan kemuliaan dalam segala bidang kehidupan. Hati yang jernih akan melahirkan pikiran-pikiran yang jernih dan pada akhirnya melahirkan tindakan-tindakan mulia berdasarkan suara hati nurani. Kejernihan hati dapat menjadikan manusia menjadi mampu betindak bijaksana, memiliki semangat positif, cerdas dan berbagai sifat-sifat mulia lainnya.

Dengan hati yang jernih, kita dapat berpikir jernih dan menjalani kehidupan dengan lebih produktif, lebih semangat, lebih efisien dan lebih efektif untuk meraih tujuan.

Hati adalah kunci hubungan manusia dengan Tuhannya. Karena Hati adalah tempat bersemayamnya Iman, dengannya kita bisa berkomunikasi dengan sang Khaliq. Hati juga menjadi kunci hubungan dengan sesama manusia. Hubungan yang dilandasi kejernihan hati dapat menjadikan hubungan yang lebih sehat, baik dan konstruktif dengan siapapun. Karena hubungan yang dilandasi kejernihan hati akan mengedepankan kasih sayang, kejujuran, kebersamaan dan saling menghormati. Hubungan dengan manusia akan terasa menyenangkan, menghadirkan kedamaian dan kebahagiaan. Dengan demikian akan semakin banyak orang lain yang akan memberikan dukungan bagi kesuksesan kita.

Dalam meraih kesuksesan sebaiknya jangan hanya mengandalkan kekuatan otak semata. Karena otak atau pikiran merupakan sesuatu yang terbatas dan bersifat sementara. Berusahalah menggunakan kekuatan hati nurani, menggunakan kekuatan kejernihan hati dengan seimbang.

Gunakanlah kekuatan hati yang positif, karena dialah sesungguhnya diri sejati Anda. Hatilah tempat sifat mulia Allah swt Sang Pencipta bersemayam di dalam diri kita. Dengan senantiasa menggunakan kekuatan hati, mendengarkan suara hati, akan membawa manusia menjalani kehidupan dengan penuh kedamaian dan kebahagiaan. Kalau seseorang dapat merasakan kedamaian hati dan kebahagiaan hati, maka akan memiliki hidup yang penuh dengan Sukses dan kemuliaan.

Namun, berbagai godaan kehidupan modern seringkali dapat mengotori kejernihan hati. Sikap egoisme, mementingkan hawa nafsu, mengikuti ambisi meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara dan berbagai emosi-emosi negatif seperti amarah, dendam, benci dan iri hati dapat menjadikan kejernihan hati terbelenggu, Hati yang terbelenggu cahaya kejernihannya tidak dapat memancar ke permukaan. Inilah yang dapat melemahkan kehidupan spiritual umat manusia.

Kalau dibiarkan, dapat menjadikan kita semakin sulit mendengarkan bisikan hati dan lebih mempercayai atau mengandalkan kemampuan otak serta produk-produk pikiran atau akal semata. Inilah yang akan melahirkan ketidak seimbangan antara kemampuan nalar dengan hati nurani, sehingga melahirkan berbagai masalah dalam kehidupan.

Jadikanlah hati nurani Anda sebagai pembimbing dalam setiap langkah kehidupan. Berusahalah menjaga kejernihan hati, agar rahmat dan berkah dari Allah senantiasa mengalir dan memberikan yang terindah untuk hati, perasaan dan seluruh diri kita.

Selasa, 09 April 2013

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUQ TERTINGGI


Banyak syukur kepda Alloh Ta’ala, bisa merasakan nikmat dari Alloh Ta’ala. Bagaimana pun nikmatnya dunia ini, bila diberikan kepada satu orang, tapi tidak dirasakan nikmat, apakah bisa mensyukuri? Tidak bisa.
Harus disadari seluruh dunia ini adalah lokam (kulit, sepet) dan berliannya adalah kita ini. Isinya dunia adalah manusia, lainnya manusia bukan isi, walaupun dunia ini ada bintang bulan, lautan, tapi kalau tidak ada manusia, maka namanya dunia kosong, dunia suwung, jadi isinya adalah manusia. Rumah ini juga demikian, ada lemari, ada meja-meja, dan sebagainya, tapi kalau manusianya tidak ada maka dikatakan rumah kosong.
Berliannya hidup adalah manusia, kompas hidup ini adalah manusia, jadi ikhtisarnya alam semesta ini adalah manusia. Silahkan dicari pada diri kita ini, gunungnya mana,alasnya (hutannya) mana, harimaunya mana, kancilnya mana, malaikatnya mana, bidadarinya mana, ini kalau mau mencari akan ketemu semua. Jadi puncak-puncaknya  makhluq Alloh ini adalah manusia. Dari tanah naik-naik sampai Sulalah, macam-macam zat, ada tumbuh-tumbuhan, terus naik, akhirnya jadi Darah, Nuthfah, akhirnya jadi Alaqoh, Mudlghoh, sampai akhirnya jadi manusia, kalau sudah jadi manusia (Insan kamil) ini sudah puncak. Puncak dalam istilah bahasa Arab adalah Muntaha. Jadi kedudukannya manusia  itu puncak, silahkan di lihat dalam surat An Nas, kedudukannya manusia itu disebutkan setelah Robbi berikutnya Nas, setelah Malikiberikutnya Nas, setelah Ilahi berikutnya Nas. Jadi  kedudukannya di atas manusia ini adalah Tuhan, di bawahnya Tuhan adalah manusia, dan di bawahnya manusia adalah seluruh alam. Jadi posisi kita itu di tengah-tengah.
Malaikat kedudukannya kalah bila dibanding dengan kedudukannya manusia, itu namanya Muntaha. Silahkan… boleh mengkritik, ini tasawwuf kok.
Menetapkan posisi ini sulit, di atas Tuhan, kemudian di bawahnya manusia, dan di bawahnya manusia adalah seluruh alam, yang seluruh alam ini adalah untuk manusia. Itu bukan masalah tempat, tapi kedudukan derajatnya. Seluruh alam ini mengabdi kepada manusia, ini perintah Alloh :
SAKHOROLAKUM MAA FIS SAMAAWATI WAMAA FIL ARDLI
“(Alloh) telah menundukkan untukmu  semua apa-apa yang ada di lagit dan apa-apa yang ada di bumi.” (QS. Luqman : 20)
Ditundukkan semuanya untuk manusia, maka silahkan dinaiki. 

Dunia kendaraan akhirat
Dawuhnya Kanjeng Nabi :
QOOLA ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU ‘ALAIHI WASALLAMA : ALLAILU WAN NAHAARU MATHIYATAANI FARKABUUHUMAA BALAGHUN ILAL AKHIRAH
“Bersabda Rosululloh SAW. : Malam dan siang segala isinya ini adalah kendaraan, naikilah sampai kepada akhirat.”
Jadi dunia supaya ditumpangi/dinaiki, jangan sampai dinaiki dunia, yang dilarang adalah dinaiki dunia. Kalau menumpangi dunia memang diperintah, tapi kalau kita ditumpangi dunia maka akan rusak, bejat. Kalau menumpangi dunia itu enak, nyaman, karena dunia ini adalah kendaraan. Ibarat kendaraan bisa yang baik bisa yang jelek, tidak jadi masalah asal syukur.
Syukur itu tulisannya SYIN, KAF, RO’, bacanya SYAKARO artinya telah syukur. Tapi kalausyin titik tiga ini titik tiganya hilang, bunyinya SAKARO artinya telah mendem /tidak sadar, karena tiga titik itu rahasianya syukur. Satu persatu titik ini ada artinya sendiri-sendiri, titik satu apa artinya, titik dua apa artinya, dan titik tiga apa artinya. Lain kali akan kami tulis masalah Syukur ini

Senin, 11 Maret 2013

LETAK KEMULYAAN DAN KEJAYAAN

TAQWA ITU BISA MENJADI PENETRAL DARI BAHAYA

Taqwa itu disamping menjadi benteng, juga bisa menjadi penetral dari bahaya. Termasuk penetral dari bahaya kekayaan.
Sebagaimana dalam hadis Nabi diterangkan bahwa : Dengan taqwa itu maka meskipun kaya, tidak akan berbahaya.
Buktinya seperti : Nabiyulloh Sulaiman, Nabiyulloh Ibrohim, Nabiyulloh Yunus, shohabat Abu Bakar, Shohabat Zubair dan seterusnya, karena taqwanya kepada Alloh maka mereka semuanya tidak sampai kena terpedonya kekayaan.

Jadi taqwa itu bisa untuk menetralkan diri.
Diwaktu kaya bila taqwa maka kekayaannya tidak membahayakan.
Diwaktu fakir bila taqwa maka kefakirannya tidak membahayakan.
Begitu pula diwaktu dalam keadaan sehat – taqwa, sakit – taqwa, dipuja orang – taqwa, dicacat juga tetap taqwa, maka semua keadaan itu tidak akan membahayakan kita.
TAQWA MENJADI LETAKNYA KEMULYA-AN DAN KEJAYA-AN.

Semua manusia itu mesti hidupnya ingin mulya, ingin jaya. Tidak ada satupun manusia yang hidupnya ingin hina. Hanya saja dalam menilai dimanakah letaknya kemulyaan dan kejayaan manusia itu berbeda-beda.
Diantaranya :

1. Ada yang berpendapat bahwa letak kemulyaan dan kejayaan manusia itu ada pada kekayaan yang melimpah.

Pendapat ini adalah tidak benar, mungkin bagi pandangan manusia benar, tapi bagi Alloh tidak benar. Kalau memang letaknya kemulyaan dan kejayaan itu ada pada kekayaan yang melimpah, tentunya masih lebih mulya gunung. Karena didalam gunung itu tersimpan banyak kekayaan, didalam gunung itu terdapat banyak emas, berlian, besi, perak dan lain sebagainya. Beda dengan manusia, kalau manusia itu lahirnya tidak membawa apa-apa, tidak membawa pakaian, tidak membawa sandal, tidak membawa sepatu dan bahkan yang dikeluarkan dari tubuhnya juga kotor. Adapun bisanya punya pakaian, sepatu dan lain sebagainya adalah karena hadiah dari alam, hadiah dari tumbuh-tumbuhan. Dan seandainya tidak diberi hadiah dari alam pula, maka manusia tidak akan punya perhiasan, tidak punya kendaraan, tidak punya rumah dsb. Jadi manusia itu pada dasarnya miskin, asalnya tidak punya apa-apa, lahirnya telanjang. Tapi walau begitu, kadang setelah lahir kedunia dan kaya, merasalah jadi mulya sehingga menjadi sangat sombong. Sebenarnya dia itu kaya apa sih, semuanya toh hanya hadiah saja dari alam.

Bagi yang meyakini bahwa letak kemulyaan manusia itu ada pada kekayaan maka jadinya seluruh hidupnya difokuskan kesana. Segala susah payah ditempuh, yang jauh dijelang, yang dekat dihampiri, bahkan kadang sampai menempuh silang sengketa, berbelah rotan, bertolak punggung antara anak dengan bapaknya demi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Padahal kalau sudah banyak harta, biasanya terus menjadi budaknya harta, menyembah harta. Bila malam tiba, sering tidak bisa tidur kuatir hartanya ada yang mencuri. Mendengar suara kretek saja sudah bingung dikiranya maling padahal hanya tikus. Jadi dia itu malah menjadi penjaga hartanya, tersiksa oleh hartanya.

Tragisnya lagi, orang lain yang sepertinya menghormati dan mentaati itu kadang hanya semu belaka. Mereka itu mungkin menghormati hanya karena hartanya, bukan karena orangnya. Sehingga selama masih beruang dia masih disayang, banyak orang-orang yang mendatanginya. Tapi kalau dilihat uangnya sudah habis (tidak kaya), dia tidak lagi dihormati. Dan orang-orang yang dulunya sering menemani, sekarang tidak mau muncul lagi. Ibaratnya habis manis sepah dibuang. Kesimpulannya: Yang pasti kemulyaan dan kejayaan itu bukanlah terletak pada kekayaan.

2. Ada lagi yang menganggap bahwa letak kemulyaan itu ada pada manfaat tubuhnya.

Kalau yang mejadi ukuran kemulyaan manusia itu ada pada manfaat tubuhnya maka masih lebih mulya sapi. Coba perhatikan sapi itu, tulangnya bisa dibuat kancing baju, tanduknya bisa dijadikan sisir, dagingnya bisa dimakan, susunya bisa diminum, kotorannya bisa dibuat pupuk, sedangkan manusia, mana ada tulangnya yang dijadikan kancing baju ?. Begitu kok membangga-banggakan manfaat tubuhnya.

3. Ada lagi yang menganggap bahwa kemulyaan manusia itu terletak pada bagusnya, pada ketampanannya.

Padahal soal ketampanan manusia, kalau difikir sebenarnya tidak lebih bagus dari kucing. Coba kalau manusia itu rambutnya tidak di sisir satu hari saja, pasti rambutnya sudah modal madul, kelihatan jelek. Tapi kalau kucing, dari lahir sampai mati tidak pernah bersisir sudah rapi terus.

Bagi yang berkeyakinan letak kemulyaan manusia itu terletak pada bagusnya atau ketampanannya, maka setiap hari kerjanya hanya bersolek saja, cuma mengatur keindahan tubuhnya. Bersisirnya saja dalam satu hari berulang kali, tapi akhlaqnya tidak pernah disisir. Sepatunya setiap hari juga digosok atau disemir, tapi hatinya tidak pernah digosok. Kalau mengaca, kacanya saja sampai dobel 6, ada yang untuk mengacai rupanya, ada yang untuk mengacai telinganya, pantatnya dan lain-lainnya. Cara jalannya juga ditata biar kelihatan indah kalau jalan, sehingga kadang berjalan mondar-mandir didalam kamar untuk latihan jalan yang baik. Lembehan tangannya juga diatur agar tampak indah. Kemudian kalau sudah bisa masuk koran atau televisi, menjadi bangga.

Bagi yang meyakini bahwa letak kemulyaan itu ada pada ketampanannya maka segala perhatiannya ditumpahkan kesitu. Padahal ketampanan itu hanya bayangan, sedangkan banyangan tidak mempunyai ukuran tertentu. Mungkin sekarang tampan tapi tunggu, sebentar lagi pasti peot.

Bila kemulyaan itu dianggapnya terletak pada ketampanannya, lalu bagaimana bila ketampanannya sudah hilang (Entah karena sudah tua atau lainnya)?. Berarti dia sudah tidak mulya lagi sehingga tidak dihormati lagi. (Karena yang dihormati bukan akhlaqnya melainkan ketampanannya).

Ini tadi adalah bagi pria yang disebut dengan istilah tampan atau ketampanan. Sekarang bagi wanita yang disebut dengan istilah cantik.

Ada manusia itu yang sangat membanggakan kecantikannya. Dan ada yang karena sangat cantiknya, sampai diceritakan dengan berlebihan, yaitu : Bila melewati suatu sungai, aliran sungainya seakan berhenti karena ingin di sentuh oleh wanita cantik tersebut. Bila berada dibawahnya bunga, bunganya akan doyong sendiri seakan menawarkan diri untuk dipetik oleh si wanita cantik itu. Dengan kecantikan yang demikian ini membuatnya sangat bangga. Padahal kecantikan dhohir itu tidak akan lama, sebentar lagi pasti rontok. Sebagaimana tidak lamanya terangnya mata, mata yang semula terang, tidak lama kemudian harus memakai kaca mata. Di ikuti dengan tubuh yang asalnya tegak, lalu berubah memakai tongkat. Gigi yang asalnya utuh, kemudian jadi pretel (rontok). Kulit yang asalnya kenceng, kemudian berkeriput. (Katanya : Kalau keriput, ya oprasi plastik. Akhirnya setelah oprasi plastik, tambah rusak).

Walau kecantikan itu dibangga-banggakan, bila sudah pudar ya tidak beda dengan nasibnya bunga mawar yang semula indah kemudian rontok, yaitu : tidak ada lagi yang memperhatikan nasibnya. Bahkan rontokannya (yang pernah membuatnya indah) ketika jatuh ketanah, terinjak-injak oleh orang yang lewat, juga terinjak-injak hayawan, tidak ada yang merasa sayang. Coba apa ada orang yang setelah melihat protolan bunga yang sudah jatuh ketanah (yang sudah campur dengan debu) itu kemudian mengumpulkan nya lagi untuk disimpan ?. Tidak ada kan.

Jadi kalau ada orang yang hanya mengandalkan ketampanannya atau kecantikannya saja berarti sama dengan mengandalkan bayangannya saja. Padahal bayangan itu sebentar lagi pasti akan hilang. Dan disitu juga bukan letaknya kemulyaan manusia.

4. Ada juga yang beranggapan bahwa kemulyaan itu terletak pada pangkat dun-yawiyyah. Seperti tanda pangkat bintang emas, jadi pejabat dan lain sebagainya.

Anggapan ini juga kliru. Dan juga orang yang menghormati pangkat itu hanyalah sementara, yaitu sementara bila dipundaknya masih ada pangkatnya (masih tersandang bintang emasnya) atau masih menjadi pejabat. Bila sudah tidak ada pangkatnya (pensiun) atau sudah tidak jadi pejabat, ya tidak dihormati lagi, karena memang yang dihormati itu bukan orangnya melainkan kedudukannya (pangkatnya).

Adapun yang benar masalah letak kemulyaan dan kejayaan itu ada pada taqwalloh. Sebagaimana yang telah diterangkan dalam Alqur-an :
INNA AKROMAKUM 'INDALLOOHI ATQOO KUM. (Al hujurot ayat 11).
Artinya :" Sesungguhnya semulya-mulyamu di sisi Alloh adalah yang paling taqwa diantara kamu".

Coba perhatikan wali 9 itu, meskipun sudah hancur menjadi debu, tetap saja banyak didatangi orang, padahal tidak ada yang menyuruhnya ziarah. Lihat sendiri di makamnya Sunan bonang, Sunan Ampel, bukankah yang datang itu terus menerus dan banyak sekali ?. Karena banyaknya yang menziarahi, sehingga bisa memberi penghidupan kepada sekitarnya (memberi kehidupan orang banyak). Kalau demikian coba anda pikir-pikir, kira-kira yang hidup itu yang mana?.

Para peziarah juga tahu bahwa yang didatangi itu kuburan dan seandainya yang didalam kubur itu dipanggil namanya, ya diam saja, karena memang kuburan. Pernah juga kami waktu di Kudus (di makamnya sunan Kudus), ditembok makamnya itu ada tulisan permintaan, yaitu minta agar segera dapat jodoh. Bunyi tulisannya : " Sunan Kudus, saya ingin cepat mendapat jodoh ". Yang begini ini bagaimana ?. Ya tidak dijawab oleh Sunan Kudus, karena sudah wafat. Walau begitu tetap saja banyak orang yang datang, ada yang datangnya untuk mendoakan misalnya dengan membaca surat Yasin, ada yang mengharap dapat barokahnya, ada yang mengharap agar cepat dapat jodoh dan lain sebagainya.

Adapun ramainya peziarah wali 9 itu adalah karena Taqwanya wali 9 dan taqwanya itu abadi.

Minggu, 13 Januari 2013

CINTA JASMANI ROHANI

Dalam mengamalkan dzikir ada yang menggunakan cara/thoreqat, yang mengamalkan dzikirnya selain diucapkan dengan bibirnya, juga diisikan didalam ingattannya, sehingga memperoleh kemantapan dan rasa meresap kedalam hati maknawi, hati sirri – iman.

Menurut Imam Al-Ghazali, HAKIKAT INSAN /maknawi-siiri-Iman / latifah , juga tempat jumpanya ma’rifat kepada Allah dan juga wadahnya NUR ILLAHI, sehingga disitulah dianugrahi Mukasyafah dan Musyahadah.

Dalam Hadist Hadist Qudsi : Artinya:
“Firman Allah, AKU jadikan pada anak Adam(manusia) itu ada istana, disitu ada dada, didalam dada itu ada qalbu(tempat bolak balik ingatan), didalamnya lagi ada fuad(jujur ingatannya), didalamnya pula adasyagof(kerinduan),juga didalamnya ada lubbun(merasa terlalu rindu), dan didalamnya ada sirrun(merasa mesra) didalam itulah ada AKU”

Kemudian diterangkan pula dalam hadist lainnya, yang erat hubungannya dengan hadist qudsi tersebut diatas, sebagai berikut:
            Artinya:”Manusia itu rasa KU, dan AKU dirasakan manusia”.

Uraian hadist tersebut menunjukkan bahwa manusia harus melakukan ibadah kepada Allah SWT, dengan keadaan lurus dan terarah sehingga tembus dari mulai kulit sampai isi. Jadi bukan hanya kulitnya saja yang disebut yang disebut sadrun/dada jasmani manusia semata, dan begitu juga bukan hanya isinya saja yang disebut sirrun/rasa, tetapi kedua-duanya harus dihadapkan kepada Allah SWT baik diwaktu Hablumminalloh maupun di waktu Hablumminannaas agar lebih lengkap dan sempurna.

Sesuai dengan ucapan Ulama Tasawwuf Syekh Zainuddin bin Ali Al Malibari dalam kitabnya Al Azkiya:                    Artinya;”Melakukan syari’at tanpa hakikat adalah kosong tidak berisi, sebaliknya melakukan hakikat tanpa syri’at adalah bathal”

Demikian juga ucapan Imam Al Ghazali ;”bahwa ilmunya pun harus lengkap”.
              Artinya:” Siapa orang yang berfiqih saja tanpa tasawwuf adalah fasik, sebaliknya orang-orang bertasawwuf tanpa fiqih adalah zindik, dan siapa orang yang berfiqih dan bertasawwuf maka sesungguhnya adalah benar”.

Jadi untuk itu, demi kesempurnaan mengabdi kepada Allah SWT, agar kedua-duanya dipergunakan sebagaimana mestinya. Demikian seseorang Mukmin yang Muttaqien melaksanakan isi Al-Qur’an, sebagaimana sabda Nabi:
              Artinya:” Sesungguhnya petunjuk Al-Qur’an itu meliputi zahir bathin”.

Sebagaimana diuraikan didalam hadist qudsi tersebut diatas, bahwa di dalam dada ada lima rongga, yaitu Kalbu,Fuad,Syagof,Lubbun dan Sirrun, yang kesemuanya it uterus menerus dilintasi oleh godaan syetan dan bujukan nafsu.
    Oleh karena itu manusia yang mengharapkan kebahagian dan kesejahteraan lahir bathin harus sanggup dan terus berusaha untuk membendung godaan-godaan syetan dan bujukan nafsu dalam rangka mewujudkan dan mengokohkan ibadah kepada Allah SWT, pada khususnya dan beramal baik dengan sesame manusia pada umumnya.
    Dalam hal ini, didalam ilmu tasawwuf yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist harus benar-benar menggunakan thoreqat atau metode, agar berhasil dengan baik dan tepat mengenai sasaran, apakah itu yang diucapkan dan dilakukan(amalan badan jasmani), demikian juga yang diingatkan yang dimulai dari qolbun sampai ketingkat sirrun (amalan badan ruhani).
     Didalam rasa mesra itulah tempat wusulnya manusia kepada Allah, disitulah tempat rasa syukur manusia atas nikmat yang diperoleh dari Allah Yang Maha Pengasih, disitu pulalah tempat sabarnya manusia terhadap musibah dari Allah SWT.
      Juga disitulah tempat rasa kasih sayang dan tolong menolong serta rasa maaf me-maafkan dengan sesama manusia, dan disitulah tempat rasa Mahabbah kepada Allah Yang Maha Kuasa, dan disitulah tempat terbukanya hijab antara abid dengan ma’bud dan disitu juga adanya rasa setia, patuh dan rela mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan rela menjauhi apa-apa yang dilarangnya(taqwa).
      Jadi kesimpulannya bahwa eseorang Mukmin yang Muttaqien telah terisi rasa cintanya merembes mengalir pada gerak kegiatannya, baik zahir maupun bathinnya selalu dipersembahkan serta diserahkan sepenuhnya kepada Allah Jalla Jalaahu.

Hal ini sebagaimana sebuah ayat Allah yang selalu kit abaca setiap melaksanakan sholat fardlu maupun sholat sunnat dalam do’a iftitah.
               Artinya:”Sesungguhnya sholatku,ibadatku, hidup dan kehidupanku, serta matiku, kami serahkan semuanya kepada Allah SWT”.

Demikianlah sekedar uraian yang dapat kami sampaikan, semoga semua penjelesan-penjelasan ini ada manfaatnya bagi kita semua. Aamiin